Selasa, 04 Oktober 2011

Bersyukur pada Dua Orang Tua

Tertulis dalam Al-Qur’an Surat Luqman bahwa Allah berfirman, “Dan insan telah Kami wasiati agar pada dua orang tuanya (berbuat baik). Ibu dia pernah mengandungnya dalam kondisi lemah di atas lemah (maksudnya lemah saat mengandung, akan dan sedang melahirkannya). Dan menyapihnya pun di dalam dua tahun. Bersyukurlah pada-Ku dan dua orang tuamu. Kepada-Ku-lah tempat kembali.”
Di dalam kitab Az-Zawajir diterangkan mengenai sahabat nabi yang rajin beribadah namun kesulitan mengucapkan, “Laa Ilaaha illallaah,” di waktu akan wafat, karena kurang bersyukur pada ibunya. Nabi SAW tahu kalau kesulitan tersebut disebabkan dia membuat ibunya sakit hati dan benci. Memang dalam kenyataan seorang ibu yang sedang terganggu syaitan kalau sedang marah ucapan dan perbuatannya tidak terkendali sehingga membuat anak benci dan marah. Namun sebagai anak yang baik tetap memaafkan dan mengingatkannya dengan cara sebaik mungkin. Yang lebih baik lagi mendoakan hidayah dan ampunan serta rahmat untuk mereka berdua. Itulah yang dimaksud Allah, “Wa shaachibhumaa fid-dunyaa ma’ruufa – Dan di dunia jadikanlah mereka berdua sebagai sahabatmu selalu, secara baik-baik.” Ada yang meyakini huruf alif setelah shad dalam lafal shaachibhumaa di atas adalah litaktsir, yakni untuk menyatakan berkali-kali, sehingga di sini diartikan “Selalu.”
Banyak yang meyakini bahwa di saat nabi bersabda, “Hidung lelaki growong,” tiga kali; para sahabat terperangah, karena yang sudah-sudah segala sabdanya selalu tentang ilmu. Ada yang memberanikan diri bertanya, “Siapakah ya Rasulallah SAW?.”
Nabi bersabda, “Orang yang menjumpai dua orang tuanya di waktu tua: baik seorang atau mereka berdua; namun dia tidak masuk surga.”
Maksudnya jika dia berbakti pada dua orang tuanya niscaya akan mempermudahkan dia masuk surga.

Kisah Alqamah
Seorang sahabat nabi SAW bernama Abdullah bin Abi Aufa berkisah, “Kami dulu pernah duduk bersama nabi SAW. Tiba-tiba datang seorang untuk melaporkan ‘ada seorang pemuda sakarat yang kesulitan mengatasi dirinya sendiri. Dia telah dituntun untuk berkata laa Ilaaha illallaah namun tak mampu mengucapkannya’. Nabi SAW bertanya ‘apakah sebelum itu dia telah mengamalkan shalat?’. Dia menjawab ‘tentu’. Sontak Rasulullah SAW bangkit, dan kami pun bangkit mengikuti beliau SAW memasuki rumahnya dengan cepat. Nabi menuntun ‘katakan laa Ilaaha illallaah’. Dia menjawab ‘saya tidak bisa’. Nabi bertanya ‘kenapa?’. Ada yang menjawab ‘dia telah menentang ibunya’. Nabi bertanya ‘apakah ibu tersebut masih hidup?’. Beberapa orang berkata ‘betul’. Nabi perintah ‘panggil dia!’. Beberapa orang bergegas mengundang hingga ibu Alqamah datang. Nabi bertanya ‘apakah ini anakmu?’. Dia berkata ‘betul’. Nabi bertanya ‘bagaimana pendapatmu kalau saya menyalakan api besar, lalu kamu ditanya anakmu ini kubebaskan hanya kalau kau memberi dia syafaat; namun jika kau bersikukuh tak mau memberi syafaat, dia akan kubakar dengan api ini!. Apa jika diancam begitu, kau baru akan memberi dia syafaat?’. Dia berkata ‘ya Rasulallah, jika begitu jelas saya akan memberi dia syafaat’.
Singkat cerita akhirnya nabi SAW perintah padanya ‘kini saksikan pada Allah dan padaku bahwa kebencianmu padanya telah reda!’. Dia berdoa ‘ya Allah, sungguh hamba mempersaksikan pada-Mu dan pada Rasul-Mu bahwa sungguh kebencianku pada anakku telah reda’. Nabi menuntun pemuda sakarat tersebut ‘katakan asyhadu an laa Ilaaha illallaahu wachdahu laa syariika lah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluh ’. Ternyata dia bisa mengucapkannya. Rasulullah SAW bersyukur ‘segala puji hak Allah yang telah menyelamatkan dia dari neraka’.”

Dalam riwayat yang lebih panjang dijelaskan, “Nama lelaki tersebut Alqamah. Mengenai mempersungguh dia dalam urusan ketaatan pada Allah, yakni shalat puasa dan shadaqah, sungguh tertib sekali. Namun akhirnya dia terserang penyakit berat, hingga terpaksa istrinya datang ke hadirat nabi SAW untuk melaporkan ‘sungguh Alqamah suamiku sedang sakarat, saya melaporkan agar tuan mengetahui keadaannya’, (mungkin dengan menangis). Tak lama kemudian nabi perintah Amar, Bilal dan Shuhaib ‘datanglah padanya dan tuntunlah dia agar mengucapkan syahadat !’. Ketika tiga orang tersebut telah datang ke alamat yang dituju; saat itu Alqamah masih sakarat. Ketika mereka menuntun agar Alqamah mengucapkan laa Ilaaha illallaah; ternyata lidahnya tidak bisa mengucapkannya. Mereka melaporkan kejadian tersebut pada Rasulallah SAW. Nabi bertanya ‘apakah orang tuanya masih ada yang hidup?’. Ada yang menjawab ‘dia masih memiliki ibu yang telah tua renta’. Tak lama kemudian nabi mengirim pesan ‘jika kau masih mampu datang pada Rasulallah, silahkan datang kemari; namun jika tak mampu, tunggulah saya mau datang’. Ketika utusan Rasulullah telah datang dan menyampaikan pesan Rasulullah; dia berkata ‘diriku kupergunakan menebus nabi, saya lebih berhak datang ke hadiratnya’.
Tak lama kemudian dia bertumpu pada tongkatnya untuk datang dan mengucapkan salam pada Rasulillah SAW. Nabi SAW menjawab salamnya lalu bertanya ‘hai Ibu Alqamah, jujurlah padaku. Kalau kau berani bohong; wahyu dari Allah Ta’ala akan datang padaku: Alqmah anakmu selama ini bagaimana?’. Dia menjawab ‘memang dia rajin shalat puasa dan shadaqah’. Rasulullah SAW bertanya ‘lalu kau sendiri bagaimana terhadap dia?’. Dia menjawab ‘saya marah padanya’. Nabi bertanya ‘kenapa?’. Dia menjawab ‘dia mementingkan istri; dan menentangku’. Nabi bersabda ‘sungguh kemarahan ibu Alqamah inilah yang telah mempersulit Alqamah membaca syahadat’. Tak lama kemudian Nabi perintah Bilal ‘hai Bilal, pergi dan kumpulkan kayu bakar yang banyak untukku!’. Perempuan tua tersebut bertanya ‘akan kau pergunakan untuk apa ya Rasulallah?’. Nabi menjawab ‘akan kugunakan membakar dia’. (Tentu saja ibu tersebut ketakutan. Diperkirakan di saat dia menyaksikan api yang berkobar-kobar dahsyat air matanya berucuran membasahi pipinya; bibirnya bergetar dan) berkata ‘ya Rasulllah, saya takkan tega menyaksikan anakku dibakar di depan mataku’. Rasulullah mengajarkan dengan penuh kasih sayang ‘siksa Allah lebih dahsyat dan lebih kekal, kalau kau senang jika Allah mengampuni anakmu maka redakanlah kemarahanmu padanya!. Selama kau masih marah padanya; shalat, puasa dan shadaqahnya takkan bermanfaat’. (Barangkali wanita tua tersebut lalu meledakkan tangisan) ‘ya Rasulallah, sungguh saya mempersaksikan pada Allah Ta’ala dan malaikat-malaikat-Nya dan muslimiin yang hadir di sini bahwa: sungguh kemarahanku pada Alqamah anakku telah reda’. Rasulullah perintah ‘ya Bilal, datanglah untuk mengecek dia bisa mengucapkan laa Ilaaha illallaah apa tidak?. Siapa tahu ibu Alqamah menyatakannya hanya mempergunakan lidahnya, hanya karena sungkan padaku?.’ Tak lama kemudian Bilal segera berangkat untuk mengecek; ternyata di dalam rumah Alqamah mengucapkan laa Ilaaha illallaah. Setelah Bilal masuk ke dalam, berkata ‘hai hadirin sekalian, yang selama ini mempersulit lidah Alqamah mengucapkan syahadat adalah kemarahan ibunya; dan keridhoan ibunyalah yang mempermudahkan dia mengucapkan syahadat’. Di hari itulah Alqamah meninggal dunia; nabi melayati dan perintah agar Alqamah dimandikan dan dikafani, lalu beliau menshalatinya bahkan menghadiri pemakamannya. Di atas bibir kubur beliau bersabda ‘hai orang-orang Muhajirin dan Anshar, barang siapa mengutamakan istri mengalahkan ibunya maka mendapatkan laknat Allah dan malaikat dan makhluq semuanya. Allah takkan menerima amalan sunahnya maupun wajibnya kecuali jika dia bertaubat pada Allah azza wa jalla dan berbuat baik padanya, dan memohon keridoannya. Ridha Allah di dalam ridha ibu; murka Allah di dalam kemarahan ibu’.” (Oleh Shobirun).

Tertulis dalam Al-Qur’an Surat Luqman bahwa Allah berfirman, “Dan insan telah Kami wasiati agar pada dua orang tuanya (berbuat baik). Ibu dia pernah mengandungnya dalam kondisi lemah di atas lemah (maksudnya lemah saat mengandung, akan dan sedang melahirkannya). Dan menyapihnya pun di dalam dua tahun. Bersyukurlah pada-Ku dan dua orang tuamu. Kepada-Ku-lah tempat kembali.”
Di dalam kitab Az-Zawajir diterangkan mengenai sahabat nabi yang rajin beribadah namun kesulitan mengucapkan, “Laa Ilaaha illallaah,” di waktu akan wafat, karena kurang bersyukur pada ibunya. Nabi SAW tahu kalau kesulitan tersebut disebabkan dia membuat ibunya sakit hati dan benci. Memang dalam kenyataan seorang ibu yang sedang terganggu syaitan kalau sedang marah ucapan dan perbuatannya tidak terkendali sehingga membuat anak benci dan marah. Namun sebagai anak yang baik tetap memaafkan dan mengingatkannya dengan cara sebaik mungkin. Yang lebih baik lagi mendoakan hidayah dan ampunan serta rahmat untuk mereka berdua. Itulah yang dimaksud Allah, “Wa shaachibhumaa fid-dunyaa ma’ruufa – Dan di dunia jadikanlah mereka berdua sebagai sahabatmu selalu, secara baik-baik.” Ada yang meyakini huruf alif setelah shad dalam lafal shaachibhumaa di atas adalah litaktsir, yakni untuk menyatakan berkali-kali, sehingga di sini diartikan “Selalu.”
Banyak yang meyakini bahwa di saat nabi bersabda, “Hidung lelaki growong,” tiga kali; para sahabat terperangah, karena yang sudah-sudah segala sabdanya selalu tentang ilmu. Ada yang memberanikan diri bertanya, “Siapakah ya Rasulallah SAW?.”
Nabi bersabda, “Orang yang menjumpai dua orang tuanya di waktu tua: baik seorang atau mereka berdua; namun dia tidak masuk surga.”
Maksudnya jika dia berbakti pada dua orang tuanya niscaya akan mempermudahkan dia masuk surga.

Kisah Alqamah
Seorang sahabat nabi SAW bernama Abdullah bin Abi Aufa berkisah, “Kami dulu pernah duduk bersama nabi SAW. Tiba-tiba datang seorang untuk melaporkan ‘ada seorang pemuda sakarat yang kesulitan mengatasi dirinya sendiri. Dia telah dituntun untuk berkata laa Ilaaha illallaah namun tak mampu mengucapkannya’. Nabi SAW bertanya ‘apakah sebelum itu dia telah mengamalkan shalat?’. Dia menjawab ‘tentu’. Sontak Rasulullah SAW bangkit, dan kami pun bangkit mengikuti beliau SAW memasuki rumahnya dengan cepat. Nabi menuntun ‘katakan laa Ilaaha illallaah’. Dia menjawab ‘saya tidak bisa’. Nabi bertanya ‘kenapa?’. Ada yang menjawab ‘dia telah menentang ibunya’. Nabi bertanya ‘apakah ibu tersebut masih hidup?’. Beberapa orang berkata ‘betul’. Nabi perintah ‘panggil dia!’. Beberapa orang bergegas mengundang hingga ibu Alqamah datang. Nabi bertanya ‘apakah ini anakmu?’. Dia berkata ‘betul’. Nabi bertanya ‘bagaimana pendapatmu kalau saya menyalakan api besar, lalu kamu ditanya anakmu ini kubebaskan hanya kalau kau memberi dia syafaat; namun jika kau bersikukuh tak mau memberi syafaat, dia akan kubakar dengan api ini!. Apa jika diancam begitu, kau baru akan memberi dia syafaat?’. Dia berkata ‘ya Rasulallah, jika begitu jelas saya akan memberi dia syafaat’.
Singkat cerita akhirnya nabi SAW perintah padanya ‘kini saksikan pada Allah dan padaku bahwa kebencianmu padanya telah reda!’. Dia berdoa ‘ya Allah, sungguh hamba mempersaksikan pada-Mu dan pada Rasul-Mu bahwa sungguh kebencianku pada anakku telah reda’. Nabi menuntun pemuda sakarat tersebut ‘katakan asyhadu an laa Ilaaha illallaahu wachdahu laa syariika lah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluh ’. Ternyata dia bisa mengucapkannya. Rasulullah SAW bersyukur ‘segala puji hak Allah yang telah menyelamatkan dia dari neraka’.


Dalam riwayat yang lebih panjang dijelaskan, “Nama lelaki tersebut Alqamah. Mengenai mempersungguh dia dalam urusan ketaatan pada Allah, yakni shalat puasa dan shadaqah, sungguh tertib sekali. Namun akhirnya dia terserang penyakit berat, hingga terpaksa istrinya datang ke hadirat nabi SAW untuk melaporkan ‘sungguh Alqamah suamiku sedang sakarat, saya melaporkan agar tuan mengetahui keadaannya’, (mungkin dengan menangis). Tak lama kemudian nabi perintah Amar, Bilal dan Shuhaib ‘datanglah padanya dan tuntunlah dia agar mengucapkan syahadat !’. Ketika tiga orang tersebut telah datang ke alamat yang dituju; saat itu Alqamah masih sakarat. Ketika mereka menuntun agar Alqamah mengucapkan laa Ilaaha illallaah; ternyata lidahnya tidak bisa mengucapkannya. Mereka melaporkan kejadian tersebut pada Rasulallah SAW. Nabi bertanya ‘apakah orang tuanya masih ada yang hidup?’. Ada yang menjawab ‘dia masih memiliki ibu yang telah tua renta’. Tak lama kemudian nabi mengirim pesan ‘jika kau masih mampu datang pada Rasulallah, silahkan datang kemari; namun jika tak mampu, tunggulah saya mau datang’. Ketika utusan Rasulullah telah datang dan menyampaikan pesan Rasulullah; dia berkata ‘diriku kupergunakan menebus nabi, saya lebih berhak datang ke hadiratnya’.
Tak lama kemudian dia bertumpu pada tongkatnya untuk datang dan mengucapkan salam pada Rasulillah SAW. Nabi SAW menjawab salamnya lalu bertanya ‘hai Ibu Alqamah, jujurlah padaku. Kalau kau berani bohong; wahyu dari Allah Ta’ala akan datang padaku: Alqmah anakmu selama ini bagaimana?’. Dia menjawab ‘memang dia rajin shalat puasa dan shadaqah’. Rasulullah SAW bertanya ‘lalu kau sendiri bagaimana terhadap dia?’. Dia menjawab ‘saya marah padanya’. Nabi bertanya ‘kenapa?’. Dia menjawab ‘dia mementingkan istri; dan menentangku’. Nabi bersabda ‘sungguh kemarahan ibu Alqamah inilah yang telah mempersulit Alqamah membaca syahadat’. Tak lama kemudian Nabi perintah Bilal ‘hai Bilal, pergi dan kumpulkan kayu bakar yang banyak untukku!’. Perempuan tua tersebut bertanya ‘akan kau pergunakan untuk apa ya Rasulallah?’. Nabi menjawab ‘akan kugunakan membakar dia’. (Tentu saja ibu tersebut ketakutan. Diperkirakan di saat dia menyaksikan api yang berkobar-kobar dahsyat air matanya berucuran membasahi pipinya; bibirnya bergetar dan) berkata ‘ya Rasulllah, saya takkan tega menyaksikan anakku dibakar di depan mataku’. Rasulullah mengajarkan dengan penuh kasih sayang ‘siksa Allah lebih dahsyat dan lebih kekal, kalau kau senang jika Allah mengampuni anakmu maka redakanlah kemarahanmu padanya!. Selama kau masih marah padanya; shalat, puasa dan shadaqahnya takkan bermanfaat’. (Barangkali wanita tua tersebut lalu meledakkan tangisan) ‘ya Rasulallah, sungguh saya mempersaksikan pada Allah Ta’ala dan malaikat-malaikat-Nya dan muslimiin yang hadir di sini bahwa: sungguh kemarahanku pada Alqamah anakku telah reda’. Rasulullah perintah ‘ya Bilal, datanglah untuk mengecek dia bisa mengucapkan laa Ilaaha illallaah apa tidak?. Siapa tahu ibu Alqamah menyatakannya hanya mempergunakan lidahnya, hanya karena sungkan padaku?.’ Tak lama kemudian Bilal segera berangkat untuk mengecek; ternyata di dalam rumah Alqamah mengucapkan laa Ilaaha illallaah. Setelah Bilal masuk ke dalam, berkata ‘hai hadirin sekalian, yang selama ini mempersulit lidah Alqamah mengucapkan syahadat adalah kemarahan ibunya; dan keridhoan ibunyalah yang mempermudahkan dia mengucapkan syahadat’. Di hari itulah Alqamah meninggal dunia; nabi melayati dan perintah agar Alqamah dimandikan dan dikafani, lalu beliau menshalatinya bahkan menghadiri pemakamannya. Di atas bibir kubur beliau bersabda ‘hai orang-orang Muhajirin dan Anshar, barang siapa mengutamakan istri mengalahkan ibunya maka mendapatkan laknat Allah dan malaikat dan makhluq semuanya. Allah takkan menerima amalan sunahnya maupun wajibnya kecuali jika dia bertaubat pada Allah azza wa jalla dan berbuat baik padanya, dan memohon keridoannya. Ridha Allah di dalam ridha ibu; murka Allah di dalam kemarahan ibu’.” (Oleh Shobirun).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar